sastra

Jumat, 30 September 2011

Maaf, aku pernah cinta kamu


Syair ini terlahir dikala sakit telah terasa
Kadang aku berpikir apakah ini hari terakhirku
Sayup-sayu mulai terasa
Lemah tak berdaya hanya berdiam, pasrah

Tuhan, kemana mereka sudah?
Tuhan, kenapa mereka hilang?
Tuhan, cinta mereka pun telah tiada
Tuhan, apakah aku akan menutup mata?

Berharap aku bisa melihatnya
Dengan sebuah keceriaan
Tiada masa suram yang kelam
Karena kini aku telah gelap
Lenyap hanya meninggalkan sejuta kenangan
Senyuman,kecerian, amarah atau kebencian
Tuhan, ampuni aku
Ampuni dia yang pernah ada dalam hati yang suram nan kelam
Maaf, jika aku pernah berharap kau menjadi milikku yang terakhir
Karena aku saying kau
Dan kini aku ingin mendengar katakana “aku benci kamu”



                                                                                    Rahmatsyah. 30 September 2011
                                                                                   

apa itu sahabat

orang bilang sahabat itu lebih dari segalanya
orang bilang sahabat itu selalu ada saat suka maupun duka
orang bilang sahabat itu tidak tergantikan

namun, aku tidak mendapatkan satupun
... aku tidak percaya sahabat
yang aku tahu mereka ada saat aku suka dan mereka tiada saat aku duka
aku tidak tau apa itu sahabat

yang aku tahu sahabat hanya sebuah kata dan ungkapan
aku tidak percaya sahabat
mereka hanya pendusta belaka...

maaf!!

Selasa, 27 September 2011

Doa Seorang yang Hina



Tuhan,
Ampuni dosaku…




    Rahmatsyah, 27 September 2011

Tentang Aku

Tentang aku yang berdiri disini tanpa senyum
Tentang aku yang masih berduka dalam kesendirian
Tentang aku yang tersenyum tapi penuh dengan luka
Tentang aku yang tertawa dibalik kemarahan
Senyum ini telah hilang
Tawa ini juga telah aku tinggalkan
Semua canda hanya dusta belaka

Tiada lagi cahaya yang aku dapat dalam hidup ini
Mereka menjadi gelap dalam sekejap
Aku hilang dalam keramaian
Membenci mereka yang berharap

Air jernih sudah tak lagi aku rasa
Udara yang segar pun hilang
Mereka marah
Marah kepada seseorang yang dipenuhi sejuta kebencian
Aku tahu
Aku sadar
Dan aku masih tidak bisa meghilangkan semua luka, kebencian dan marah
Maaf, bukan ini yang aku pinta
Tapi, ini yang terjadi
Entah sampai kapan ini akan berakhir

Dan senyum itu kembali….

                                                                                                            26 September 2011
                                                                                                            Rahmatsyah,                           

Rabu, 21 September 2011

Lelaki tua


Lelaki tua,
Dengan peluitnya
Menunggu selembar kertas
Ternilai harga untuk kehidupan

Lelaki tua
Sejak fajar hingga senja
Menjaga sepeda bermesin
Berupah seribu rupiah

Entah, sejak kapan kau telah disana
Tak pernah kau mengeluh
Tak pernah juga kau marah

Suara peluitmu sesekali terdengar
Melambaikan tangan keriputmu kekiri dan kekanan
Tak hirau teriknya siang
Dan, tak peduli dinginnya saat hujan

Hai lelaki tua
Yang berjalan pincag
Betapa kau begitu lelah terlihat
Pulang dan istirahatlah engkau
Nikmati masa tua dengan cucumu

Lelaki tua
Yang bersabat peluit
Yang masih setia menunggu mereka,
Mengosongkan tempat parkiran RKU 4 unsyiah

                                   
                                                                                                Rahmatsyah,
                                                                                                Mahasiswa Gemasastrin 2010

Si Gadis Berkaca Mata


Suaramu halus tapi kasar
Jalanmu lambat walau ada dimana-mana
Terlihat kau ingin semua ingin dekat
Aku pun cemburu

Gadis berkaca mata itu masih berjalan
Melangkah entah kemana
Ia melirik kesana kemari
Seperti ada yang dicaari

Hai gadis berkaca mata,
Siapakah engkau
Dimana ku berada kau selalu tampak
Membayang-bayang dipikiran
Berjalan dihati

Aku suka melihatmu
Aku ingin memanjakanmu
Dan aku ingin kau dekat denganku

Disaat malam tiba aku juga mulai merindukanmu
Pagi menjelang ku berharap berjumpa denganmu

Hari ini dan selamanya...
                                                                                                Abu Rahmat
                                                                                                Mahasiswa Gemasastrin 2010

Senin, 19 September 2011

Sampai titik




Dia merenung sendiri di balik jeruji jendela bertindihkan bantal di atas kepalanya, tampak murung dan penuh tanda tanya. Batin yang tersiksa dan deru nafas yang menggebu hanya di temani lambaian kain korden yang tertiup angin. Terkadang ia tersentak kaget, dengan senyum penuh harapan ketika pak pos melintas di depan rumahnya, berharap ada surat dari kekasihnya.
diruang hampa itu ia hanyalah  makhluk lunglai tanpa daya, kepalanya penuh dengan angan yang coba menerobos dinding-dinding otaknya ia hanya bisa menahan dan terus menahan, kadang kala batinnya berteriak  bibirnya membisu penuh dera, Semakin ia melawan semakin pedih  yang ia rasakan.
Tetes keringat yang mengalir di sekujur tubuhnya tak ia hiraukan lagi,raungan kelaparan di perutnya pun ia acuhkan begitu saja, Ribuan kata tanya tak henti-henti mengalir di otaknya.lagi-lagi Terik mentari telah beranjak pindah ke sisi bumi yang lain ia belum juga menerima kabar, dengan tertunduk letih ia menanti.
Saat petang datang ia hanya di temani lampu usang yang penuh asap, dengan batin  menjerit jeritan penuh harapan dan kerinduan, gejolak api cemburu pun mulai timbul kadangkala, ia merasa putus asa letih tak berdaya dimakan masa.
Tusukan angin malam ia rasakan tanpa mengenakan sehelai kain di tubuhnya, hanya setumpuk jerami yang tertindih di bawah badan lunglainya, binatang malampun mulai mengusik telinganya, Namun ia tak menghiraukan akan hal itu.
di bawah redupnya lampu tampak dengan gemetar jemarinya menggoreskan arang di gedek rumahnya,’’aku bukan letih menanti, aku juga bukan berhenti menanti,’’itu yang ia tuliskan. Seketika itu ia pun terlelap dan tak pernah kembali terjaga.!



Rozik Maskhuri
Mahasiswa Gemasastrin, 2011