sastra

Sabtu, 21 Juli 2012

Senja Kita I


Ingatkah saat kita berdua
Di sana, di bibir pantai
Menyalami hembusan angin,
Mendegar deruh ombak,
Dan menikmati senja yang sedang tenggelam

Ku katakan padamu:
“cantik mentari itu seperti kamu, Indah panorama ini seindah cinta kita”

Kau ingat saat kita bersuka ria
Di bibir pantai itu
Mengukir kenangan tentang cinta kita


Jumat, 20 Juli 2012

Pang ulee baroe


[sumber: Harian Aceh, 22 April 2012]
Saleum lon peuphon haba loen rawi
Saleum keu nabi pang ulee doenya
Sihat beuna raseuki geubi
Oleh poe rabbi si-umu masa

Jinoe loen kisah aceh meusyuhu
Kalheh peumilu samboet peumimpin baru
Harapan di-uloen aceh bek le karu
Aman ngoen makmu tanyoe sijahteura

Di-pak Geuchik dusoen geupimpin
Mandum gobnyan poe kuasa
Lee pak Bupati bek keuh teu-iem
Keurija beurajin bek laloe ngoen doenya

Doktoe Zaini cukop meutuah
Tari ngoen ceudah murah lom seunyum
Beupanyang umu beusihat badan
Mangat geumat kuasa di aceh raya

Keu pak muzakir wakie pang ulee
Dari awai dilee gata di aceh
Phon masa prang sampoe jinoe ka aman
Gata na di nanggroe aceh mutuah

Seulamat datang pang ulee baroe
Gata kamoe samboet deungoen seunyuman
Nyang kamoe harap nibak ureung nyan
Rakyat beuseunang nanggroe sijahtra

Beu bek-na lee karu di-nanggroe tanyoe
Bek na seumeupoh takaloen di-keu mata
Keurija beuna raseuki beulee
Harapan kamoe di-aneuk bangsa

Na keuh lom harapan kamoe lam naggroe
Keu-bapak Gubernur dan Peujabat dumna
Bek neu-ingkar janji nyang ka geubri
Beuna teupati nyan janji keu kamoe amanah

Kasep keuh oh-n’oe haba loen rawi
Meu’ah beu-neubrie di-gata dumna
Ata nyang beutoi dari poe rabbi
Na salah bak meurawi peuwoe keu-uloen



Banda Aceh, 11 April 2012
Rahmatsyah, Mahasiswa PBSI 2010
Bergiat di Rampagoe (Komunitas Sastra)

For You


1.      Awalnya hanya saling pandang
2.      Mulai saling tersenyum
3.      Duduk berhadapan dan memandang
4.      Betapa indahnya dirimu
5.      Semoga ini sebuah anugerah
6.      Aku mencintaimu sejak saat itu
7.      Jantungku berdetak kencang ketika kau disisiku
8.      Kini, aku sedang mencintai
9.      Menjadi kekasih halalku
***
Ketika itu tak sengaja aku melihatmu tersenyum, betapa manisnya senyuman yang kau tebarkan hingga aku menikmati indahnya wajahmu tanpa kau sadari, kala itu. Ingin aku berkenalan denganmu waktu itu, namun aku tak berani, aku pun tak tahu apa yang ku rasa saat itu padamu, bahagia hati ini mengingatmu. Harapku dalam hati kau melihatku sejenk saja, berharap membalas tatapanku.
Ruang yang sudah dipenuhi orang tak mengahalangiku untuk melihatmu, meskipun aku belum mengenalimu, begitu juga sebaliknya. Sejam berlalu, aku masih memandangmu dan di saat waktu berakhirnya rapat kau baru membalas tatapaku. Waktu berlalu begitu saja, kau pun pergi, kita belum sempat berkenalan karena aku takut untuk mendekatimu. Doa dalam batinku masih mengiringi untuk dapat tetap sekedar mengenalimu atau bahkan lebih dari itu.
Hari demi hari berlalu, aku berharap kembali berjumpa denganmu. Namun, nihil untu semua itu karena jarak kita berbeda. Hanya di saat ada perkumpulan atau rapat kita bisa berjumpa dan itu pun sangat jarang terjadi.

Tak ku sangka sebuah pesan masuk, memberitahukan bahwa esok akan ada rapat, senyum tipis dan hasrat ingin berjumpa denganmu kembali muncul. Waktu yang ditentukan telah tiba, namun kau belum juga muncul. Setengah waktu berlalu, kau hadir dalam ruangan rapat. Oh, cantiknya. Pandanganmu tertuju padaku dan aku pun tak membuang waktu untuk membalasnya. Awalnya hanya saling pandang antara kau dan aku, sungguh hari ini adalah hari yang begitu indah bagiku.
Keesokan harinya tanpa ku duga kau datang ke kampus, aku tak tahu apa tujuanmu hari itu, yang penting bagiku aku dapat melihatmu. Perjumpaan kita hari ini berbeda dengan sebelumnya, ku rasa kau telah mengenaliku. Mulai saling tersenyum, kau berjalan menuju tujuanmu, masih saja aku tak berani untuk memanggilmu sejenak berbincang denganku. “tak apalah, masih terlalu awal berrcerita dan bercanda denganmu” bisik batinku.
Setelah beberapa kali kita berjumpa, kau seakan memberikan suatu pandangan lain padaku, seperti mengerti apa makna yang ada dalam hatiku selama ini. Di kantin itu saat pertama sekali aku mengajakmu makan bersama terasa sangat lain kita duduk berhadapan dan saling memandang, tak dapat ku pungkiri sangat bahagia batin ini dapat bersamamu kupandang betapa indahnya dirimu. Tidak ingin satu detik pun terlewatkan tanpa melihat asri wajah cantik yang selalu terbayang-bayang dalam pikiran ini. Kini, banyak yang mengatakan, bahwa mengungkapan perasaan dengan kata adalah lebay, biarlah orang berkata sesukanya. Namun, kau itu bagaikan rembulan diantara seribu bintang, dari sekian banyak yang indah hanya kau yang terindah bagiku.
Masih saja terukir sejuta kata dalam hatiku seraya doa yang mengiringi semoga ini sebuah anugerah hanya kalimat itu yang terus teruntai dalam batinku. Aku mencintaimu sejak saat itu, dan aku belum berani mengatakannya padamu kekuatanku seakan hilang seketika saat bersamamu jantungku berdetak kencang ketika kau disisiku. Aku lebih takut hanya sekedar menghadapimu daripada berhadapan dengan singa buas dalam rimba, kau mampu melemahkanku dalam sekejab, membuka hatiku untuk kembali tahu tentang cinta setelah sekian lama aku menutup diri dan tak ingin mengenal cinta, kini kau memberi arti pada semua itu.
Kini, aku sedang mencintai, yaitu mencintaimu, bukan orang lain. Mungkin tanpa kau sadari atau bahkan saat kau sadar aku sempat mengutarakan perasaanku, saat itu sangat ingin ku dengar kau mengatakan “ya”  atas apa yang telah ku katakan, nihil rupanya yang terjadi, kau malah menjawab “tidak mungkin”. Tetap ku maklumi karena mungkin kau belum tahu bahwa aku telah jatuh hati kepadamu sejak awal aku melihatmu.
Walaupun, kini kau belum dapat atau malah meragukan hati ini. Namun, aku akan terus berdoa dan berharap agar kau kelak menjadi kekasih halalku sampai waktu hanya dapat berdiam dan dunia ini fana. Aku tak ingin banyak cinta, bila cinta itu hanya untuk permainan, tapi aku hanya butuh satu cinta, yaitu seperti kata petuah “aku mencintaimu karena agama yang ada padamu”. Bukan cinta untuk nafsu belaka. Inilah sketsa cinta yang terpendam, yang tak belum berani ku katakan padamu, tapi hanya sanggup kurangkai melalui tulisan ini. Andai kau tahu isi hati ini, aku ingin memeluk hatimu dengan batinku.


Rahmatsyah (abu)
Banda Aceh, 20 Juli 2012

Kamis, 19 Juli 2012

Ramadhan Ini Aku Sendiri, Mak


Ramadhan ini aku sendiri, mak!
Bulan ini aku tak pulang
Untuk berkumpul bersama

Tanpamu terasa sepi menyelimuti
Saat berbuka dan sahur
Ketika kita jajaki jalan setapak
Menuju surau menunaikan ibadah malam

Sungguh aku ingin pulang, mak!
Menikmati sebiji kurma dan segelas teh hanggat
Dan mersakan sahur sajian darimu, mak!


Rahmatsyah, 19 Juli 2012