sastra

Kamis, 30 Agustus 2012

Kalam yang Kelu


Kalam ini terlalu kelu
Untuk berucap kata itu
Padahal kalbu terlalu meronta
Menahan sesak yang diselimuti amarah

Asa kini telah mengecut
Saban hari menghitung waktu yang kian lemah

Terpaku di sudut cahaya
Mengepung kegelisahan dalam hati sang pengecut
Kalam itu masih mengetup

Kamis, 09 Agustus 2012

Resensi Puisi “Penantian Kemeja Tua”


Penantian Kemeja Tua
Karya: Deddy Firtana Iman

Kain perca terbuang percuma
Di sini aku mewujudkan ruh impian kehangatan
Pada rongga-rongga lipatan ketulusan empat segi
Menerawang pada ujung pangkal leherku
Terus mengikat kemolekan seuntai bunga terselip di dada

Aku menatapnya penuh resah
Si tua yang menuai kesakitan
Menunggu bunga bermekaran di tubuh perjuangannya
Tersungkur dan terseok-seok
Kepiluan itu terjangkit memanaskan otakku
Sebagai anaknya

Semoga wujudku menyatu pada sehelai benangmu
Merapat sedekat kulitku, menyatu melipatkan tubuhku
Sehingga wujudku tersembunyi di balik kelembutanmu

Kemeja tua
Terlupakan karena umurmu yang telah meninggi
Terkunci pada lemari gudang-gudang kebencian penguasa jalanan
Dan aku menangisi memuliakan para veteran
Terbatuk-batuk di pojok kamarnya
Sebentar lagi, mungkin dia akan meninggal

Selamat jalan ayahku
Kau adalah pejuang dalam batinku

            Resensi Puisi
Keindahan untaian kata, imajinasi, nada, makna, tema, amanat, dan suasana ada pada puisi karya Deddy Firtana Iman. Inilah makna yang terkandung dalam puisi Penantian Kemeja Tua yang akan  saya coba untuk memahami makna dan dapat diambil tema sekaligus amanat. // Kain perca terbuang percuma // Di sini aku mewujudkan ruh impian kehangatan// penulis mengawali untaian katanya dengan ingin mencapai suatu yang ia rindukan selama ini. // Pada rongga-rongga lipatan ketulusan empat segi // Menerawang pada ujung pangkal leherku // Terus mengikat kemolekan seuntai bunga terselip di dada//. Mencoba melepaskan penat rindu selama ini yang tersimpan di dada, hanya mampu menahan dan belum sempat menyatakan dalam geraknya.
Cukup sulit memahami puisi dengan keseluruhan karena setiap pembaca mempunyai makna tersendiri. Sang penulis puisi kembali memprkuat kerinduannya pada bait selanjutnya.
Aku menatapnya penuh resah
Si tua yang menuai kesakitan
Menunggu bunga bermekaran di tubuh perjuangannya
Tersungkur dan terseok-seok
Kepiluan itu terjangkit memanaskan otakku
Sebagai anaknya
            Pada bait kedua ini penulis mencoba menampakkan sedikit penjelasan pada baris satu dan dua // Aku menatapnya penuh resah // Si tua yang menuai kesakitan // dua baris tersebut bisa dikatakan kata kunci pada bait kedua. “Si tua” adalah orang tua yang sedang sakit yang sudah lama hidup dalam perjuangan, // Kepiluan itu terjangkit memanaskan otakku // Sebagai anaknya // saat “Si tua” sedang menuai kesakitan si  anak dapat merasakan kesedihan melihat “si tua” yang berarti ayah.
Semoga wujudku menyatu pada sehelai benangmu
Merapat sedekat kulitku, menyatu melipatkan tubuhku
Sehingga wujudku tersembunyi di balik kelembutanmu
Di sini kita tidak dapat menemukan kata kunci seperti pada bait sebelumnya hingga tidak bisa dengan mudah menemukan makna pada bait tersebut, namun dari bahasa yang di pakai Deddy Firtana Iman menjelaskan bahwa ia sedang mendoakan “si tua” yang sedang menuai kesakitan. Penulis puisi tiada meenaruh kata langsung, melainkan kata imajinasi sehingga setiap pembaca bisa memberikan arti menurut masing-masing. Pemberian arti oleh setiap pembaca memang sudah hal lazim dan penulis pun tidak dapat mengahalaunya. Karena apabila penulis memainkan imajinasi pada karya sastra khususnya puisi akan mempunyai banyak arti. Seperti prinsip dasar sebuah puisi adalah  berkata sedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin.
Di baris terakhir bait dua terakhir penulis puisi menerangkan bahwa // Sebentar lagi, mungkin dia akan meninggal //. Penggalan bait tersebut dia mengatakan mungkin “si tua” akan meningga, umur yang telah di makan oleh waktu. Alur puisi ini terus berlanjut sampai di bait terakhir // Selamat jalan ayahku // “si tua” yang sudah meninggal, dari bait-bait sebelumnya penulis menggunakan kata “si tua” yang dimaksud adalah sang ayah. Ayah yang menurut Deddy Firtana Iman // Kau adalah pejuang dalam batinku//.
Dari serangkaian cerita dalam puisi tersebut dapat kita simpulkan adalah kisah pilu ketika kehilangan seorang yang sangat dekat dengan kita, seorang yang selalu memberi kita nafkah dari hasil jerit payahnya sendiri. Tema yang terkandung dalam puisi tersebut adalah ketegaran sang anak saat kehilangan ayah tercinta. Amanat yang dapat kita ambil dari puisi tersebut adalah bagaimana kita dapat berlapang dada dengan ikhlas melepaskan seseorang yang disayangi dan dapat mengambil contoh baik dari ayah, karena pemimpin dalam rumah tangga adalah ayah, buka orang orang lain. Ayah adalah sosok yang patut kita beri jempol juga bisa banyak belajar dari keseharian yang dilaluinya, bertanggung jawab terhadap keluarga hingga ayah dapat dikatakan kau adalah pejuang batinku. Seperti kata Deddy Firtana Iman dalam Puisi Penantian Kemeja Tua.


Prilaku Anak


Dewasa ini banyak sekali kita lihat anak-anak tingkat SMP-SMA yang tak sedikit pun peduli terhadap pendidikannya sendiri. Mereka lebih mementingkan kesenangan daripada belajar, apakah itu memang murni dari batin seorang anak atau ada penyebab lain yang membuat anak tak peduli dengan pendidikannya. Mengapa seorang anak bisa bergabung dengan geng atau menjadi anak punk?
Mari kita kaji penyebab dan bagaimana orang tua prilaku orang tua yang menjadi contoh bagi anak-anaknya . Awalnya seorang anak lahir dalam keadaan bersih, orang tua yang bisa membawa mereka menjadi seorang yang baik atau buruk anak. Seorang anak tak pernah mau membawa dirinya ke dalam jurang hitam karena mereka juga ingin menjadi orang yang berhasil, tetapi bila anak itu tak pernah diperhatikan orang tua (orang tua terlalu sibuk dengan kerja) atau seorang anak di didik secara keras dalam keluarga, anak tersebut akan berontak dan mencari kesenangan sendiri.
-          Mengapa anak menjadi Punk
Saya akan menceritakan kisah seorang anak mengapa menjadi punk itu wawancara saya secara pribadi dengannya. Anak tersebut mengatakan bahwa dia tak pernah diperhatikan di keluarganya, padahal anak ini adalah seorang anak yang pintar dan berprestasi disekolahnya, prestasi yang didapatnya selalu diberikan kepada orang tuanya, namun si orang tua menyikapinya dengan biasa tidak ada respon atau kata-kata kebanggaan kepada anaknya. Anak mengatakan sangat ingin diperhatikan dan di beri respon baik oleh orang tuanya.
Sering ia ingin duduk bersama orang tuanya menceritakan bagaimana hal keadaannya di sekolah tapi karena kesibukan masing-masing ibu dan ayah anak ini mulai berontak, ia mulai tak peduli dengan sekolah dan mau mencari kesenangannya, meluapkan kekesalan di jalan-jalan. Mulai mendapatkan teman yang tak baik dan mengajaknya bergabung dengan mereka. Seiring jalannya waktu anak ini merasa nyaman dengan teman-temannya ini. Mulai bergaul dengan bebas dan tak sedikit pun peduli dengan sekolahnya.
Si orang tua masih belum tahu bahwa anaknya telah berubah menjadi seorang anak yang nakal kepedulian orang tua masih belum ada. Si anak sengaja melakukan hal tersebut karena ia ingin melihat respon orang tuanya bagaimana. Berjalan sampai berbulan-bulan si anak tak peduli lagi apakah orang tuanya tahu atau tidak yang penting baginya adalah kesenangan dan meluapkan emosi.
Salah seorang dari ketua mereka mengatakan bahwa tujuan mereka menjadi punk bukan untuk memberi kekacauan, melainkan hanya ingin bebas dan tak mau di ikat oleh peraturan, karena sudah cukup stres atas apa yang di dapat di rumah.
Dari pernyataan di atas bisa kita lihat pengaruh yang di beri orang tua terhadap anak, baik atau buruk. Didikan pertama yang di dapat anak bukanlah di sekolah melainkan di lungkungan keluarga, orang tua sering menyalahkan guru mengatakan guru tak becus mendidik anak padahal orang tuanya yang membuat anak itu rusak. Hal tersebut sering saya jumpai ketika masih duduk di bangku SMA.
Penyimpangan-penyimpangan apa yang terjadi setelah anak megalami hal di atas mari kita simak penyimpangan prilaku siswa di sekolah.
-          Penyimpangan Prilaku Siswa Di Sekolah
Dalam kehidupan sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang disiplin. Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin biasanya ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati peraturan dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal), pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembag tertentu (organisasional-formal).
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School” (1999).
Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.
Sementara itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”. Hal senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.
Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya.Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah.
-          Penyebab Terjadinya Penyimpangan Prilaku
Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah.
Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai berikut:
1.   Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
2. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang    menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak.
3. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
4. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.

-          Cara Penyelesaiannya
Sehubungan dengan permasalahan di atas, seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
2.       Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan pada umumnya.
3.       Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum. Baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.

-          Pengemukaan Para Ilmuan
     Selanjutnya, Brown dan Brown mengemukakan pula tentang pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut :
1. Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
2. Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan. sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya.
3. Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
4.   Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
5. Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan selalu dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar pada khususnya.
6. memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.
Sementara itu, Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum merancang disiplin siswa, yaitu : (1) konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka; (2) keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa;  (3) konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah; (4) klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri; (5) analisis transaksional; guru disarankan guru belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah; (6) terapi realitas; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab; dan (7) disiplin yang terintegrasi; metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan; (8 ) modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif; (9) tantangan bagi disiplin; guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.

-          Bagaimana prilaku yang harus di beri orang tua terhadap anak
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.
Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.
Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan.
Faktor-faktor genetik dan lingkungan secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan  lebih keras.
Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka,  akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.
3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
 4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.
5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.
Dari ulasan di atas bagaimana cara keluarga membentuk pribadi anak tidak nakal. Dan jika orang tua melakukan hal yang terbalik atas apa yang sudah dijelaskan dia atas maka si anak akan menjadi nakal.
-          Penyimpangan lain
Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral. Dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya.
Di antaranya adalah longgarnya pegangan terhadap agama . Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragam mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang peda ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada di dalam dirinya.
Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu.
Dan apabila dalam masyarakat itu banyak orang yang melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yang kurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengaewasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.















Kesimpulan

Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah.
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.
Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka,  akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan.