Masih
duduk termenung dalam kesendirian tanpa teman, kecuali sang senja yang selalu
menyapa dengan kehangatan aura keindahan.jendela tua tak bersayap peneman hari
dengan menahan tetesan di balik bola mata indah Lia.
Sore
itu bagaikan senja terakhir dalam hidup Lia, pikirnya. Seorang yang begitu ia
cintai, telah pergi untuk selamanya semakin menggugah ketika senja mereka
bercanda ria mengungkapkan kata indah dari bibir sang pujangga, Abi.
Kala
itu Lia yang sedang duduk menikmati lantunan ombak di bibir pantai bersama Tia,
Uli dan Ika, sahabatnya. Lia adalah sosok gadis santun, baik, jujur dan
parasnya yang cantik
sehingga semua orang senang berteman dengannya. Di sekolah ia kerap mengikuti berbagai organisasi
dan olimpiade yang diadakan.
Mereka
masih bermain dengan buih-buih ombak dan pasir laut bermain kejar-kejaran,
tanpa sengaja Lia menendang batu hingga terjatuh tepat disampingnya itu Abi sedang bermain bola
bersama teman-temannya. Tia, Uli dan Ika sontak berteriak terkejut melihat
darah di kaki Lia, Abi melihat itu pergi membatu mereka membawa Lia ke atas
batu.
Abi
mengobati kaki Lia yang berdarah, awal perkenalan di atas batu senja. “kaki mu
tak apa-apa lagi, darahnya sudah berhenti, sekarang kerumah sakit ya?, oya,
maaf saya tidak sopan, kenalkan saya Abi.” Seraya menjabat tangan tanda perkenalan.
“terimakasih kak, saya lia
dan ini sahabat saya!,”
Sahabat Lia, Abi pergi ke rumah sakit untuk mengobati
kaki lia, malam menyapa dan akan semakin larut apabila mereka tak segera
pulang. “ ini obatnya, jangan lupa di minum 3X1 sehari” ucap sang dokter.
Setelah selesai di periksa oleh dokter Abi membawa pulang mereka ke rumah. “
terimakasih kak, maaf sudah merepotkan” tak apa, hanya ini yang bisa saya
bantu, jangan lupa makan dan obatnya di minum secara teratur” jawab Abi pada
Lia yang turun dari mobil Abi.
****
Pagi
itu, seperti biasa para siswa sedang asik berkumpul di taman, ada yang di teras dan sebagian
besar lagi melihat info-info terbaru di mading sekolah. “eh! Ada apa itu
rame-rame di mading lihat yuk?.” Ajakan Ika sambil berlari ke arah mading. “wah, keren ni ada
olimpiade Biologi di SMU 5, gimana kalau Lia ikut?” “ikut aja Lia kamu kan pandai Biologi selalu dapat nilai
tertinggi.” Sahabat Lia merayu agar ia mau ikut lomba tersebut.
Formulir
pendaftaran sudah siap dan semuanya sudah lengkap, hari perlombaan pun tiba.
Lia yang sedang duduk sendiri di sudut ruangan menunggu Ika, Tia dan Uli sambil
bermain HP. Ia sudah terlalu bosan menunggu sahabatnya datang Lia pun keluar sebentar menuju kantin
SMU tersebut. Tanpa sengaja ada seorang
yang sedang asik bercanda sambil berjalan menabrak lia “maaf! Saya tidak
sengaja.” Pinta maaf siswa itu. “ iya, tidak apa-apa, kakak yang tempo lalu di
laut kan?, kalau tidak salah nama kakak Abi ya?” “ iya, kamu Lia kan, sudah
sembuh luka di kaki kamu?, kawan-kawan kalian pergi duluan saja, nanti saya menyusul dibelakang ini teman saya Lia”.
Ucap Abi yang ingin berbincang-bincang dengan Lia.
Perlombaan
baru akan dimulai pukul 12.00 Lia yang terlalu cepat datang jam 9.00 lupa karena terlalu bersemangat
mengikuti lomba. Tanpa terasa waktu berlalu, sahabat Lia tiba. “ Lia, nanti kita jumpa lagi di taman depan ya?” ajak Abi.
Ternyata Abi adalah panitia olimpiade tersebut Abi mulai tertarik kepada Lia,
ia terus memandang Lia tanpa sepengatahuannya. Namun, ia belum berani bicara
panjang lebar pada Lia waktu itu.
Abi
sosok remaja yang baik, selalu ikut di segala kegiatan sekolah. Bahkan, Abi pernah menjadi ketua OSIS. Selalu
terlihat tenang dalam berbagai keadaan, banyak yang menyukai sifatnya, tapi sayang penyakit yang di derita
Abi terlalu parah, namun tak pernah patah semangat untuk memberi sejuta
senyuman.
Pertemuan
mereka di taman membuat keduanya menaruh hati. Seminggu setelah pertemuan itu
Abi mengajak jalan-jalan Lia, di pantai dimana pertama kali mereka bertemu, Abi
yang sudah yakin menyatakan cinta pada Lia.
“
jam 5 di atas batu senja kita berjumpa” pesan masuk di HP Lia. Pertemuan untuk
menyatakan cinta di atas batu senja pun dilaksanakan. Mereka jadian dan pacaran.
Hampir tiap petang mereka duduk di atas batu itu, memandang keindahan alam
panorama hangatnya mentari sore.
Lima
bulan mereka sudah berpacaran, namun Abi belum mengatakan kepada Lia, bahwa dirinya menderita penyakit kanker. Suatu
malam Abi cek up di rumah sakit tempat ia biasa berobat. Alhasil dari pemeriksaan itu Abi harus
melakukan operasi di kepalanya karena kanker tersebut sudah mulai mejalar.
“Lia,
maafkan aku, karena aku baru berani mengatakannya
padamu bahwa aku sebenarnya menderita penyakit kanker di kepala dan mulai
menjalar. Minggu depan aku harus melakukan operasi pengangkatan penyakit ku, bila operasi ini gagal dan aku telah
tiada, tolong jangan pernah kau tangisi aku dengan rasa kecewa mu kepada ku,
aku mencintai mu hari ini dan selamanya.” Abi menjelaskan pada Lia, tanpa sadar
Lia tak dapat menahan tetesan dimatanya itu, kecewa pasti dirasakan, namun, Lia
sudah begitu mencintai Abi.
Mungkin
hari itu adalah terakhir perjumpaan Abi dan Lia, hari yang ditentukan dokter
untuk operasi Abi pun tiba, Abi pernah mengatakan pada Lia, kalau dia akan di
operasi hari rabu tapi Abi tidak mengizinkan Lia untuk menjenguknya, disuruhnya hanya menunggu dirumah. Abi
sudah berjanji akan memberi kabar baik pada Lia.
Hari-hari
yang dilalui Lia seakan begitu berat baginya, harap cemas selalu menghantui,
hari-hari berlalu begitu saja tanpa kabar. Dua
minggu setelah operasi,
Lia mendapat kabar bahwa Abi telah meninggal dunia. Operasi pengangkatan kanker
gagal dilakukan, Lia yang mendapatkan kabar dari sahabat Abi menangis, hatinya
hancur bagai kaca yang pecah berkeping yang menyayat dan memberi luka bersimbah
darah.
Setelah
kepergian Abi, Lia hanya termenung Ika, Tia dan Uli bahkan tidak mampu
mengembalikan senyum sahabat tercintanya itu. Tiap minggu petang Lia kerap
duduk di atas batu senja di bibir pantai, mengenangi masa-masa indah saat
bersama Abi. Sore itu rasa kerinduannya kepada Abi tak bisa di tahan, ia
menangisi sosok Abi yang selalu hadir dalam bayangnya. Seraya menikmati senja
yang dipenuhi derita batin Lia menuliskan sebuah puisi :
Sajak
Kasih
Melihat kau telah pergi
Membunuh rasa cinta
dalam jiwa
Air yang tak bisa lagi
aku bendung di balik mata
Tertetes begitu saja
Kau pergi tanpa pamit
Meninggalkan sejuta
kenangan yang tak bisa aku lupakan
Kini aku hanya bisa
meluapkan tetesan air mata
Sayang, kau terlalu
jauh atas semua itu
Kau tahu aku merindukan
mu
Aku menangisi mu
sekarang
Memang lama sudah kita
berpisah
Namun, wajah mu selalu
tampak di balik mata ku ini
Kau tersenyum begitu
saja
Tanpa menggapai
tanganku
Kau cuma melihat dan
pergi
Ku pernah berharap kau kembali
Ku ingin kau hadir lagi
dihadapanku
Namun,itu tak mungkin lagi terjadi
Karena kau kini hanya
mimpi dalam tidurku
Mimpi yang selalu indah
bila dikau hadir
Sayang, selamat tinggal
Kita ‘kan berjumpa
disana..
Bersama
sajak itu
tetesan
demi tetesan jatuh
dari bola mata indah dan pipi halus Lia, ia sadar bahwa Abi kini telah tiada dan tak perlu baginya terus menangisi kepergian Abi.
setelah petang itu, Lia bertekad untuk mengembalikan senyum manisnya, ia akan
kembali menjadi Lia yang dulu bersama kenangan manis bersama Abi. Sampai kapan pun Lia akan mengenang abi dalam
hatinya. Abi sang kenangan batu senja.
23
Maret 2012
karya : Rahmatsyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar