Dewasa
ini banyak sekali kita lihat anak-anak tingkat SMP-SMA yang tak sedikit pun
peduli terhadap pendidikannya sendiri. Mereka lebih mementingkan kesenangan
daripada belajar, apakah itu memang murni dari batin seorang anak atau ada
penyebab lain yang membuat anak tak peduli dengan pendidikannya. Mengapa
seorang anak bisa bergabung dengan geng
atau menjadi anak punk?
Mari
kita kaji penyebab dan bagaimana orang tua prilaku orang tua yang menjadi
contoh bagi anak-anaknya . Awalnya seorang anak lahir dalam keadaan bersih,
orang tua yang bisa membawa mereka menjadi seorang yang baik atau buruk anak.
Seorang anak tak pernah mau membawa dirinya ke dalam jurang hitam karena mereka
juga ingin menjadi orang yang berhasil, tetapi bila anak itu tak pernah
diperhatikan orang tua (orang tua terlalu sibuk dengan kerja) atau seorang anak
di didik secara keras dalam keluarga, anak tersebut akan berontak dan mencari
kesenangan sendiri.
-
Mengapa
anak menjadi Punk
Saya
akan menceritakan kisah seorang anak mengapa menjadi punk itu wawancara saya
secara pribadi dengannya. Anak tersebut mengatakan bahwa dia tak pernah
diperhatikan di keluarganya, padahal anak ini adalah seorang anak yang pintar
dan berprestasi disekolahnya, prestasi yang didapatnya selalu diberikan kepada
orang tuanya, namun si orang tua menyikapinya dengan biasa tidak ada respon
atau kata-kata kebanggaan kepada anaknya. Anak mengatakan sangat ingin
diperhatikan dan di beri respon baik oleh orang tuanya.
Sering
ia ingin duduk bersama orang tuanya menceritakan bagaimana hal keadaannya di
sekolah tapi karena kesibukan masing-masing ibu dan ayah anak ini mulai
berontak, ia mulai tak peduli dengan sekolah dan mau mencari kesenangannya,
meluapkan kekesalan di jalan-jalan. Mulai mendapatkan teman yang tak baik dan
mengajaknya bergabung dengan mereka. Seiring jalannya waktu anak ini merasa
nyaman dengan teman-temannya ini. Mulai bergaul dengan bebas dan tak sedikit
pun peduli dengan sekolahnya.
Si
orang tua masih belum tahu bahwa anaknya telah berubah menjadi seorang anak
yang nakal kepedulian orang tua masih belum ada. Si anak sengaja melakukan hal
tersebut karena ia ingin melihat respon orang tuanya bagaimana. Berjalan sampai
berbulan-bulan si anak tak peduli lagi apakah orang tuanya tahu atau tidak yang
penting baginya adalah kesenangan dan meluapkan emosi.
Salah
seorang dari ketua mereka mengatakan bahwa tujuan mereka menjadi punk bukan
untuk memberi kekacauan, melainkan hanya ingin bebas dan tak mau di ikat oleh
peraturan, karena sudah cukup stres atas apa yang di dapat di rumah.
Dari
pernyataan di atas bisa kita lihat pengaruh yang di beri orang tua terhadap
anak, baik atau buruk. Didikan pertama yang di dapat anak bukanlah di sekolah
melainkan di lungkungan keluarga, orang tua sering menyalahkan guru mengatakan
guru tak becus mendidik anak padahal orang tuanya yang membuat anak itu rusak.
Hal tersebut sering saya jumpai ketika masih duduk di bangku SMA.
Penyimpangan-penyimpangan
apa yang terjadi setelah anak megalami hal di atas mari kita simak penyimpangan
prilaku siswa di sekolah.
-
Penyimpangan
Prilaku Siswa Di Sekolah
Dalam
kehidupan sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang
memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang disiplin.
Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang
selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang kurang
disiplin biasanya ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati
peraturan dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat
(konvensi-informal), pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu
lembag tertentu (organisasional-formal).
Seorang
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari
berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap
siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib
yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai
aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut
disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan
lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah.
Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar
tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan
norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia
(1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of
behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah
(school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of
clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian
disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi)
sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam
bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan
perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh
Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School” (1999).
Berkenaan
dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan
disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang
tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3)
membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan
menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar
hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta
lingkungannya.
Sementara
itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School
discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and
(2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz
(2001) menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is
determined, should be to help students accept personal responsibility for their
actions, understand why a behavior change is necessary, and commit themselves
to change”. Hal senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin
sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman
terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan
disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan
memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk
mencapai prestasi belajar siswa.
Keith
Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce organization
standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin preventif dan
korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan siswa mengikuti dan
mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan
dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yakni
upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar
diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga
memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
Membicarakan
tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku
negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada
akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan, seperti: kehidupan sex
bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang
menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri
sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah
pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering
ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan
pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian, nyontek,
pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya.Tentu
saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di
sinilah arti penting disiplin sekolah.
-
Penyebab
Terjadinya Penyimpangan Prilaku
Perilaku
siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor
lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah
merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku
siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan
mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan
didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke
dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang
tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada
dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah.
Brown
dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin,
sebagai berikut:
1. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh
guru
2.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang
kurang menyenangkan, kurang teratur,
dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak.
3.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari
keluarga yang broken home.
4.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak
terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain
bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar
pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.
-
Cara
Penyelesaiannya
Sehubungan
dengan permasalahan di atas, seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin
dalam diri siswa, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini, guru harus mampu
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Membantu siswa mengembangkan pola
perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda,
mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula, dalam
kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap
siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
2. Membantu siswa meningkatkan standar
prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda,
jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai
standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh
setiap guru dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar
maupun dalam pergaulan pada umumnya.
3. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai
alat; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum. Baik aturan-aturan khusus
maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran
yang mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.
-
Pengemukaan
Para Ilmuan
Selanjutnya, Brown dan Brown mengemukakan
pula tentang pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk
mengajarkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan setiap
siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya
kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
2.
Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat
dijadikan. sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa
dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya.
3.
Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk
menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
4. Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada
dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa
akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan
menghargai hak dan kewajiban orang lain.
5.
Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan selalu
dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin
siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak
menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar
pada khususnya.
6.
memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh
perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat
membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.
Sementara
itu, Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum merancang
disiplin siswa, yaitu : (1) konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa
sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap
empatik, menerima, hangat dan terbuka; (2) keterampilan berkomunikasi; guru
terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan
mendorong kepatuhan siswa; (3)
konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukkan
secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya;
dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah; (4)
klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri
tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri; (5) analisis
transaksional; guru disarankan guru belajar sebagai orang dewasa terutama
ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah; (6) terapi realitas;
sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru
perlu bersikap positif dan bertanggung jawab; dan (7) disiplin yang terintegrasi;
metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan
mempertahankan peraturan; (8 ) modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan
oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diciptakan
lingkungan yang kondusif; (9) tantangan bagi disiplin; guru diharapkan cekatan,
sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada
hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui
siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.
-
Bagaimana
prilaku yang harus di beri orang tua terhadap anak
Keluarga merupakan bagian dari
sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya,
mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan
dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan
anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan
potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya,
kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua
serta lingkungannya.
Perilaku-perilaku anak akan
menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat
yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan
memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama
dalam kehidupan.
Keluarga berperan sebagai faktor
pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya
sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan
anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak,
jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan.
Faktor-faktor
genetik dan lingkungan secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa
menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing
saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang
sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus
dipertekankan lebih keras.
Kedua orang tua memiliki tugas di
hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak
pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan
menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada
anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan
berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan
manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam
berpikir atau menghukumi mereka, akan bersikap sesuai dengan tolok ukur
yang sudah ditentukan.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian
anak antara lain:
1. Kedua orang tua harus mencintai
dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih
sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar
rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan
menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut
campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati
mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang
bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
2. Kedua orang tua harus menjaga
ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena
hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak
yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya
mereka diberi hak pilih.
3. Saling menghormati antara kedua
orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir
akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan
keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya
dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian
dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan
pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka
yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap
tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan
memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan
kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan
berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya
sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan
yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya
sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan
penting.
5. Mengadakan perkumpulan dan rapat
keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan
kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas
kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan
serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua
harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum
fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat
rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari
contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan
anak.
Dari ulasan di atas bagaimana cara
keluarga membentuk pribadi anak tidak nakal. Dan jika orang tua melakukan hal
yang terbalik atas apa yang sudah dijelaskan dia atas maka si anak akan menjadi
nakal.
-
Penyimpangan
lain
Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi
muda sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat
dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling
bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral. Dasarnya harus
budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan
pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya.
Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena
pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya.
Di antaranya adalah longgarnya pegangan terhadap
agama . Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir
dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragam mulai
terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan
suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan
seseorang peda ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada di
dalam dirinya.
Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan
pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya.
Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena
pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka
dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan
hukum-hukum sosial itu.
Dan apabila dalam masyarakat itu banyak orang
yang melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yang kurang iman
tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya
kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengaewasan yang ketat, karena
setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan
Tuhan.
Kesimpulan
Di
sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan
mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan
didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke
dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang
tuanya di rumah.
Keluarga merupakan bagian dari
sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya,
mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan
dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan
anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan
potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya,
kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua
serta lingkungannya.
Kedua orang tua memiliki tugas di
hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak
pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan
anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak,
konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan
dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan
demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau
menghukumi mereka, akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah
ditentukan.