1.
Awalnya
hanya saling pandang
2.
Mulai
saling tersenyum
3.
Duduk
berhadapan dan memandang
4.
Betapa
indahnya dirimu
5.
Semoga
ini sebuah anugerah
6.
Aku
mencintaimu sejak saat itu
7.
Jantungku
berdetak kencang ketika kau disisiku
8.
Kini,
aku sedang mencintai
9.
Menjadi
kekasih halalku
***
Ketika itu tak sengaja aku melihatmu tersenyum, betapa manisnya
senyuman yang kau tebarkan hingga aku menikmati indahnya wajahmu tanpa kau
sadari, kala itu. Ingin aku berkenalan denganmu waktu itu, namun aku tak
berani, aku pun tak tahu apa yang ku rasa saat itu padamu, bahagia hati ini
mengingatmu. Harapku dalam hati kau melihatku sejenk saja, berharap membalas
tatapanku.
Ruang yang sudah dipenuhi orang tak mengahalangiku untuk melihatmu,
meskipun aku belum mengenalimu, begitu juga sebaliknya. Sejam berlalu, aku
masih memandangmu dan di saat waktu berakhirnya rapat kau baru membalas
tatapaku. Waktu berlalu begitu saja, kau pun pergi, kita belum sempat
berkenalan karena aku takut untuk mendekatimu. Doa dalam batinku masih mengiringi
untuk dapat tetap sekedar mengenalimu atau bahkan lebih dari itu.
Hari demi hari berlalu, aku berharap kembali berjumpa denganmu.
Namun, nihil untu semua itu karena jarak kita berbeda. Hanya di saat ada
perkumpulan atau rapat kita bisa berjumpa dan itu pun sangat jarang terjadi.
Tak ku sangka sebuah pesan masuk, memberitahukan bahwa esok akan
ada rapat, senyum tipis dan hasrat ingin berjumpa denganmu kembali muncul. Waktu
yang ditentukan telah tiba, namun kau belum juga muncul. Setengah waktu
berlalu, kau hadir dalam ruangan rapat. Oh, cantiknya. Pandanganmu tertuju
padaku dan aku pun tak membuang waktu untuk membalasnya. Awalnya hanya
saling pandang antara kau dan aku, sungguh hari ini adalah hari yang begitu
indah bagiku.
Keesokan harinya tanpa ku duga kau datang ke kampus, aku tak tahu
apa tujuanmu hari itu, yang penting bagiku aku dapat melihatmu. Perjumpaan kita
hari ini berbeda dengan sebelumnya, ku rasa kau telah mengenaliku. Mulai
saling tersenyum, kau berjalan menuju tujuanmu, masih saja aku tak berani
untuk memanggilmu sejenak berbincang denganku. “tak apalah, masih terlalu awal
berrcerita dan bercanda denganmu” bisik batinku.
Setelah beberapa kali kita berjumpa, kau seakan memberikan suatu
pandangan lain padaku, seperti mengerti apa makna yang ada dalam hatiku selama
ini. Di kantin itu saat pertama sekali aku mengajakmu makan bersama terasa
sangat lain kita duduk berhadapan dan saling memandang, tak dapat ku pungkiri
sangat bahagia batin ini dapat bersamamu kupandang betapa indahnya dirimu. Tidak
ingin satu detik pun terlewatkan tanpa melihat asri wajah cantik yang selalu
terbayang-bayang dalam pikiran ini. Kini, banyak yang mengatakan, bahwa
mengungkapan perasaan dengan kata adalah lebay, biarlah orang berkata
sesukanya. Namun, kau itu bagaikan rembulan diantara seribu bintang, dari
sekian banyak yang indah hanya kau yang terindah bagiku.
Masih saja terukir sejuta kata dalam hatiku seraya doa yang
mengiringi semoga ini sebuah anugerah hanya kalimat itu yang terus
teruntai dalam batinku. Aku mencintaimu sejak saat itu, dan aku belum
berani mengatakannya padamu kekuatanku seakan hilang seketika saat bersamamu jantungku
berdetak kencang ketika kau disisiku. Aku lebih takut hanya sekedar
menghadapimu daripada berhadapan dengan singa buas dalam rimba, kau mampu
melemahkanku dalam sekejab, membuka hatiku untuk kembali tahu tentang cinta
setelah sekian lama aku menutup diri dan tak ingin mengenal cinta, kini kau
memberi arti pada semua itu.
Kini, aku sedang mencintai, yaitu
mencintaimu, bukan orang lain. Mungkin tanpa kau sadari atau bahkan saat kau
sadar aku sempat mengutarakan perasaanku, saat itu sangat ingin ku dengar kau
mengatakan “ya” atas apa yang telah ku
katakan, nihil rupanya yang terjadi, kau malah menjawab “tidak mungkin”. Tetap
ku maklumi karena mungkin kau belum tahu bahwa aku telah jatuh hati kepadamu
sejak awal aku melihatmu.
Walaupun, kini kau belum dapat atau malah meragukan hati ini.
Namun, aku akan terus berdoa dan berharap agar kau kelak menjadi kekasih
halalku sampai waktu hanya dapat berdiam dan dunia ini fana. Aku tak ingin
banyak cinta, bila cinta itu hanya untuk permainan, tapi aku hanya butuh satu
cinta, yaitu seperti kata petuah “aku mencintaimu karena agama yang ada
padamu”. Bukan cinta untuk nafsu belaka. Inilah sketsa cinta yang terpendam,
yang tak belum berani ku katakan padamu, tapi hanya sanggup kurangkai melalui
tulisan ini. Andai kau tahu isi hati ini, aku ingin memeluk hatimu dengan batinku.
Rahmatsyah
(abu)
Banda Aceh, 20 Juli 2012